Pembahasan tentang ringkasan undang
undang :
- UU no 19 TENTANG HAK CIPTA
- UU no 36 TENTANG TELEKOMUNIKASI
RINGKASAN UU NO 19 TENTANG HAK CIPTA
Berkaitan
dengan pepmbahasan di atas di atas, maka pemahaman mengenai pemegang hak cipta
yang dinyatakan secara sah dapat disimpulkan dari Pasal 1 butir 4 Undang-Undang
No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) menyatakan bahwa
pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang
menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut
hak dari pihak yang menerima hak tersebut. Selanjutnya sehubungan
dengan hal tersebut di atas dan pemahaman awam mengenai sebenarnya kita
tidak perlu capek-capek mendaftarkan ciptaan kita, karena tetap dilindungi adalah
tidak benar.
Pendaftar
hak cipta memang bukan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta,
karena baik ciptaan yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar akan dilindungi.
Namun demikian apabila terjadi suatu perselisihan/persengketaan/klaim antara
dua belah pihak yang menyatakan bahwa masing-masing dari mereka itu adalah
pemegang hak cipta atas suatu ciptaan, maka pendaftaran atas ciptaan yang
dilakukan oleh pencipta atau pemegang hak cipta atau kuasanya dapat menjadi
suatu alat bukti yang kuat di depan persidangan yang sekaligus juga menjadi
suatu bahan pertimbangan bagi Hakim untuk menentukan siapa pemegang hak cipta
yang sah.
Dan
juga hak cipta. Hak cipta adalah hak monopoli yang dimiliki pencipta atau
penerima hak dalam bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Secara rinci Pasal
12 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menentukan beberapa ciptaan sebagai objek
yang dilindungi. Namun, ketentuan Pasal 12 UU No. 19 Tahun 2002 tidaklah
bersifat membatasi ciptaan yang dilindungi hak cipta. Artinya, jika ada ciptaan
lain diluar yang disebutkan di dalam Pasal 12 UU No. 19 Tahun 2002, maka selama
ciptaannya masuk pada bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan merupakan objek
yang dilindungi hak cipta.
Konsekuensi
suatu ciptaan memiliki hak cipta, maka di dalam ciptaan tersebut terdapat dua
macam hak yang dimonopoli oleh pencipta atau penerima hak. Dua macam hak
tersebut adalah; hak ekonomi dan hak moral.
Menurut
ketentuan UU No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta sangat jelas bahwa hak cipta
diperoleh secara otomatis ketika ciptaan tersebut diwujudkan secara nyata
dengan tanpa mengurangi pembatasan dari peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Konsep perolehan hak cipta seperti ini dapat ditemukan di dalam
ketentuan Pasal 2 UU No. 19 Tahun 2002 yang selengkapnya berbunyi sebagai
berikut: Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak
cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara
otomatis setelah suatu ciptaan dilakukan tanpa mengurangi pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Nah, dari sini jelaslah bahwa untuk memperoleh hak cipta sebenarnya tidak membutuhkan pendaftaran. Artinya, tatkala suatu ciptaan tersebut dilahirkan dipublikasikan atau tidak pada dasarnya pada ciptaan tersebut melekat hak ciptanya. Jika, di masyarakat dipahami hak cipta diperoleh dengan mendaftar ke Dirjen HKI, maka pemahaman tersebut keliru/tidak benar.
UU
No. 19 Tahun 2002 mengatur pendaftaran ciptaan, tetapi hal tersebut tidak
dimaksudkan sebagai bentuk perolehan hak cipta. Hal ini semakin dipertegas lagi
di dalam Penjelasan ketentuan Pasal 35 ayat (4) UU No. 19 Tahun 2002 yang
menyatakan:"Pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi
pencipta atau pemegang hak cipta dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan
dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Hal
ini berarti suatu ciptaan baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar tetap
dilindungi.
HAKI
atau juga disebut hak kekayaan intelektual adalah pengakuan hukum yang
memberikan pemegang hak untuk mengatur penggunaan gagasan-gagasan dan ekspresi
yang diciptakannya untuk jangka waktu tertentu. Istilah 'kekayaan intelektual'
mencerminkan bahwa hal tersebut merupakan hasil pikiran atau intelektualitas,
dan bahwa hak kekayaan intelektual dapat dilindungi oleh hukum sebagaimana
bentuk hak milik lainnya.
prinsipnya HAKI merupakan suatu hak kekayaan yang berada dalam ruang lingkup kehidupan manusia di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra, sehingga pemilikannya bukan terhadap barangnya melainkan terhadap hasil kemampuan intelektual manusianya dan tentu harus berwujud. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi secara hukum dari ide, gagasan dan informasi yang mempunyai nilai komersial atau nilai ekonomi yang telah dihasilkan oleh seseorang maupun kelompok tersebut.
Terdapat tiga jenis benda yang dapat dijadikan kekayaan atau hak milik, yaitu :
prinsipnya HAKI merupakan suatu hak kekayaan yang berada dalam ruang lingkup kehidupan manusia di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra, sehingga pemilikannya bukan terhadap barangnya melainkan terhadap hasil kemampuan intelektual manusianya dan tentu harus berwujud. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi secara hukum dari ide, gagasan dan informasi yang mempunyai nilai komersial atau nilai ekonomi yang telah dihasilkan oleh seseorang maupun kelompok tersebut.
Terdapat tiga jenis benda yang dapat dijadikan kekayaan atau hak milik, yaitu :
1. Benda bergerak, seperti emas, perak,
kopi, teh, alat-alat elektronik, peralatan telekominukasi dan informasi, dan
sebagainya;
2. Benda tidak bergerak, seperti tanah,
rumah, toko, dan pabrik;
3. Benda tidak berwujud, seperti paten,
merek, dan hak cipta.
Kekayaan intelektual (Intelectual property) meliputi dua hal, yaitu :
1.
Industrial property right (hak kekayaan industri), berkaitan dengan
invensi/inovasi yang berhubungan dengan kegiatan industri, terdiri dari :
a.
paten
b.
merek
c.
desain industri
d. rahasia dagang
e.
desain tata letak terpadu
2. Copyright (hak cipta), memberikan perlindungan terhadap karya seni, sastra dan ilmu pengetahuan seperti film, lukisan, novel, program komputer, tarian, lagu, dsb.
Dasar
Hukum
•Undang-undang
Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade
Organization (WTO)
•Undang-undang
Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
•Undang-undang
Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta
•Undang-undang
Nomor 14/1997 tentang Merek
•Keputusan
Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection
of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual
Property Organization
•Keputusan
Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
•Keputusan
Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection
of Literary and Artistic Works
•Keputusan
Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty
Ruang lingkup HAKI :
1. Hak Cipta
2. Paten
3. Merek
4. Desain Industri
5. Rahasia Dagang
Hak
Cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur
penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak
cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat
juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah
atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu
yang terbatas.
Dikatakan
hak khusus atau sering juga disebut hak eksklusif yang berarti hak tersebut
hanya diberikan kepada pencipta dan tentunya tidak untuk orang lain selain
pencipta.
Hak khusus meliputi :
Hak khusus meliputi :
1. hak untuk mengumumkan;
2.
hak
untuk memperbanyak.
UU yang mengatur Hak Cipta :
UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak CiptaØ
UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982
UU yang mengatur Hak Cipta :
UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak CiptaØ
UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982
3.
Nomor
15)Ø
UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)Ø
UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)Ø
UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)Ø
UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)Ø
Paten
Hak
khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang
teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya
tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya
(UU 14 tahun 2001, pasal 1, ayat 1).
Paten
hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru)
di bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan
masalah tertentu di bidang teknologi yang berupa :
a. Proses;
b. Hasil produksi;
c. Penyempurnaan dan pengembangan proses;
d. Penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi.
b. Hasil produksi;
c. Penyempurnaan dan pengembangan proses;
d. Penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi.
Pengaturan
Paten diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1989 tentang
Paten telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1997
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1989
tentang Paten. Untuk mempermudah penyebutannya dapat disingkat menjadi
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 atau
Undang-Undang Paten (UUP) saja.
Pemberian Paten
Penemuan
diberikan Paten oleh negara apabila telah melewati suatu proses pengajuan
permintaan paten pada Kantor Paten (Departemen Kehakiman Republik Indonesia di
Jakarta).
Penemuan yang tidak dapat dipatenkan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Paten, yaitu :
Penemuan yang tidak dapat dipatenkan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Paten, yaitu :
1. Penemuan tentang proses atau hasil
produksi yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, dan kesusilaan.
2. Penemuan tentang metode pemeriksaan,
perawatan, pengobatan, dan pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan
hewan, tetapi tidak menjangkau produk apapun yang digunakan atau berkaitan
dengan metode tersebut.
1. Penemuan tentang teori dan metode di
bidang ilmu pengetahuan dan matematika.
Merk Dagang (Trademark)
Tanda yang berupa gambar, nama,kata,
huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yangmemiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang atau jasa (Pasal 1 Undang-undang Merek).
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
Pengaturan Merek diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek. Untuk mempermudah penyebutannya dapat disingkat menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 atau dapat juga disingkat Undang-Undang Merek (UUM).
Unsur-unsur yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek menurut Pasal 5 Undang-Undang Merek yaitu :
a. Tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
b. Tanda yang tidak memiliki daya pembeda.
c. Tanda yang telah menjadi milik umum.
d. Tanda yang merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran.
Desain industri
Seni terapan di mana estetika dan usability (kemudahan dalam menggunakan suatu barang) suatu barang disempurnakan. Desain industri menghasilkan kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna atau garis dan warna atau gabungannya, yang berbentuk 3 atau 2 dimensi, yang memberi kesan estetis, dapat dipakai untuk menghasilkan produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan. Sebuah karya desain dianggap sebagai kekayaan intelektual karena merupakan hasil buah pikiran dan kreatifitas dari pendesainnya, sehingga dilindungi hak ciptanya oleh pemerintah melalui Undang-Undang No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri. Kriteria desain industri adalah baru dan tidak melanggar agama, peraturan perundangan, susila, dan ketertiban umum. Jangka waktu perlindungan untuk desain industri adalah 10 tahun.
Rahasia Dagang
Informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/ atau bisnis dimana mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.
Pemilik rahasia dagang dapat
memberikan lisensi bagi pihak lain. Yang dimaksud dengan lisensi adalah izin
yang diberikan kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada
pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu
rahasia dagang yang diberikan perlindungan pada jangka waktu tertentu dan syarat
tertentu.
Rahasia Dagang di Indonesia diatur dalam UU No 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Perlindungan rahasia dagang berlangsung otomatis dan masa perlindungan tanpa batas.
Rahasia Dagang di Indonesia diatur dalam UU No 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Perlindungan rahasia dagang berlangsung otomatis dan masa perlindungan tanpa batas.
RINGKASAN UU NO 36 TELEMATIKA
Undang-undang Nomor 36 Tahun tentang
Telekomunikasi, pembangunan dan penyelenggaraan telekomunikasi telah
menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis dalam menunjang dan
mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintah an, memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, dan memantapkan
ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Perubahan
lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung
sangat cepat mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan
telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan
telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan teknologi informasi dan
penyiaran sehingga dipandang perlu mengadakan penataan kembali penyelenggaraan
telekomunikasi nasional.
Penyesuaian dalam penyelenggaraan
telekomunikasi di tingkat nasional sudah merupakan kebutuhan nyata, mengingat
meningkatnya kemampuan sektor swasta dalam penyelenggaraan telekomunikasi,
penquasaan teknologi telekomunikasi, dan keunggulan kompetitif dalam rangka
memenuhi kebutuhan masyarakat. Perkembangan teknologi telekomunikasi di tingkat
internasional yang diikuti dengan peningkatan penggunaannya sebagai salah satu komoditas
perdagangan, yang memiliki nilai komersial tinggi, telah mendorong terjadinya
berbagai kesepakatan multilateral. Sebagai negara yang aktif dalam membina
hubungan antarnegara atas dasar kepentingan nasional, keikutsertaan Indonesia
dalam berbagai kesepakatan multilateral menimbulkan berbagai konsekuensi yang
harus dihadapi dan diikuti. Sejak penandatanganan General Agreement on Trade
and Services (GATS) di Marrakesh, Maroko, pada tanggal 15 April 1994, yang
telah diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994, penyelenggaraan
telekomunikasi nasional menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
perdagangan global.
Sesuai dengan prinsip perdagangan global, yang menitikberatkan pada asas perdagangan bebas dan tidak diskriminatif, Indonesia harus menyiapkan diri untuk menyesuaikan penyelenggaraan telekomunikasi.
Sesuai dengan prinsip perdagangan global, yang menitikberatkan pada asas perdagangan bebas dan tidak diskriminatif, Indonesia harus menyiapkan diri untuk menyesuaikan penyelenggaraan telekomunikasi.
Telekomunikasi adalah setiap
pemancaran, pengiriman, dan / atau penerimaan dari setiap informasi dalam
bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat,
optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya (Pasal 1 angka (1)
Undang-undang No.3 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi / UU 3 / 99).
Telekomunikasi sendiri berasal
dari kata "tele" yang berarti jauh, dan "komunikasi" yang
berarti hubungan pertukaran ataupun penyampaian informasi.
Teknisnya, proses
bertelekomunikasi dilakukan dengan memancarkan suatu pesan atau data dengan
signal elektronik dari suatu tempat si pengirim dan ke suatu tempat si penerima
informasi, baik melalui jalur gelombang radio, ataupun signal radio.
Asas dan tujuan dari
telekomunikasi adalah berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian
hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri. Kemudian
telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan
kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil
dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta
meningkatkan hubungan antar bangsa. Lingkup yang meliputi hukum telekomunikasi
adalah prinsip universalitas.
Oleh penggunanya,
telekomunikasi dituntut untuk disediakan jasa yang beragam, baik dan handal
dengan tarif yang bersaing dan diselenggarakan bebas dari batasan monopoli.
Pada tahun 1997, negara-negara dunia menandatangani World Trade
Organization Agreement on Basic Telecomunications yang bermaksud untuk
meliberalisasikan pasar jasa telekomunikasi dasar. Akibatnya, pasar
telekomunikasi yang semula tertutup berubah menjadi terbuka.
Sebagai salah satu negara
peserta yang ikut menandatangani perjanjian ini, maka Indonesia juga
akan membuka pasar telekomunikasi ke pasar bebas. Dalam additional
commitment, Indonesia telah menyesuaikan peraturan kita dengan WTO reference
paper yang merupakan suatu perangkat pengaturan yang menjamin
kompetisi yang sehat yang meliputi keharusan negara anggota untuk memasukkan
dalam regulasi nasional hal-hal sebagai berikut:
a. Pencegahan
praktek anti-kompetisi dalam telekomunikasi;
b. Interkoneksi;
c. Pelayanan
Universal;
d. Kriteria pemberian
lisensi yang harus diumumkan;
e. Regulator
independen;
f. Alokasi
dan pemakaian sumber daya (resources) yang langka.
Menurut Peraturan Menteri Komunikasi
dan Informatika Nomor. 11 / PER / M.KOMINFO / 04 / 2007 tentang Penyediaan
Kewajiban Pelayanan Universal Komunikasi, yang dimaksud dengan Kewajiban
Pelayanan Universal adalah kewajiban yang dibebankan kepada penyelenggara
jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi untuk memenuhi
aksesibilitas bagi wilayah atau sebagian masyarakat yang belum
terjangkau oleh penyelenggara jaringan dan atau jasa telekomunikasi
(Pasal 1 angka (9)).
Kewajiban penyelenggara
telekomunikasi berdasarkan Pasal 2 Permen No. 11 / PER / M.KOMINFO/ 04 / 2007
adalah:
(1) Setiap
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi wajib
dikenakan KPU telekomunikasi.
(2) KPU
telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui KKPU dalam
bentuk prosentase tertentu dari pendapatan kotor penyelenggara telekomunikasi
setiap tahun.
(3) KKPU
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak
(PNBP).
(4) Ketentuan
mengenai besaran penyetoran, dan tata cara penarikan KKPU diatur dengan
peraturan perundang-undangan tersendiri.
Catatan:
KPU = Kewajiban
Pelayanan Universal
KKPU = Kontribusi
Kewajiban Pelayanan Universal
BTIP = Balai
Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan
Pasal 4 ayat (1) Permen aquo
mengatur bahwa dalam kewajiban pelayanan universal telekomunikasi,
makapelayanan telekomunikasi harus dapat memberikan layanan jasa teleponi dasar
dan selanjutnya harus dapat dikembangkan ke tahap penyediaan layanan jasa
multimedia dan layanan telekomunikasi berbasis informasi lainnya. Yang
merupakan penyediaan layanan telekomunikasi berbayar dan berbasis
komunal.
Menteri Komunikasi dan
Informatika juga mempunyai kewenangan untuk menetapkan wilayah tertentu sebagai
wilayah pelayanan universal telekomunikasi (Pasal 5 ayat (1), yang dilakukan
setelah berkoordinasi dengan instansi terkait dan / atau mempertimbangkan
masukan masyarakat, di mana wilayah ini dapat dibagi berdasarkan wilayah
geografis.
Dalam usaha menyediakan
kewajiban universal telekomunikasi ini, maka akan dilakukan lelang dengan
pesertapenyelenggara jaringan dan/atau jasa telekomunikasi (Pasal 7).
Parameter penilaian dalam pelaksanaan lelang umum
penyediaan kewajiban pelayanan universal telekomunikasi adalah :
a. biaya penyediaan
layanan;
b. pengoperasian dan
pemeliharaan;
c. tarif layanan;
d. penyediaan
interkoneksi layanan;
e. jenis layanan
minimal;
f. penggunaan
produk dalam negeri.
Di mana ketentuan teknis parameter penilaian akan
diatur lebih lanjut dalam dokumen pelelangan umum.
Kontrak penyediaan KPU telekomunikasi bersifat multiyears yang
terdiri dari kontrak induk dan kontrak anak. Kontrak induk
merupakan hubungan hukum antara pelaksana penyedia dengan BTIP dalam
penyediaan KPU telekomunikasi untuk jangka waktu 5 tahun. Sedangkan kontrak
anak merupakan bagian dari kontrak induk untuk menugaskan pelaksana penyedia
dalam penyediaan kewajiban pelayanan universal telekomunikasi dan mengevaluasi
kinerja penyediaan akses dan layanan telekomunikasi. Kontrak induk dapat
diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi.
Hak penyedia kewajiban pelayanan universal telekomunikasi
adalah:
- Pelaksana penyedia berhak mendapatkan akses interkoneksi dari penyelenggara jasa/jaringan telekomunikasi.
- Pelaksana penyedia dapat diberikan uang muka dalam penyediaan akses telekomunikasi;
- Pelaksana penyedia berhak mendapatkan biaya sewa atas jasa penyediaan akses KPU telekomunikasi.Biaya sewa atas jasa penyediaan akses KPU telekomunikasi, diberikan berdasarkan kesiapan fungsi dan berbasis kinerja dari; proses penyediaan akses; layanan telekomunikasi; pengoperasian; dan / ataupemeliharaan;
- Pelaksana berhak memperoleh seluruh pendapatan dari hasil penyediaan layanan KPU telekomunikasi.
Kewajiban pelaksana KPU adalah:
- Pelaksana penyedia wajib membangun, mengoperasikan dan memelihara serta mengembangkan akses dan layanan KPU telekomunikasi;
- Untuk kesinambungan layanan, pelaksana penyedia dapat melibatkan masyarakat atau badan usaha dalam penyediaan KPU telekomunikasi. Keterlibatan masyarakat atau badan usaha dilakukan berdasarkan kontrak atau kesepakatan;
- Pelaksana penyedia wajib memberlakukan tarif layanan jasa teleponi dasar maksimal sesuai dengan tarif yang ditetapkan oleh penyelenggara jaringan tetap lokal dominan. Pelaksana penyedia wajib menanggung resiko atas pendapatan dari penyediaan layanan KPU telekomunikasi;
- Menjamin interoperability sistem yang dibangun dengan sistem milik penyelenggara telekomunikasi lainnya;
- Menggunakan sistem penomoran yang telah dialokasikan;
- Mengikuti ketentuan dalam Rencana Dasar Teknis yang ditetapkan oleh Menteri;
- Melaksanakan pencatatan atas pendapatan dari hasil penyediaan KPU telekomunikasi dan dilaporkan secara berkala kepada BTIP;
- Menyediakan akses dan menyampaikan data pengoperasian kepada BTIP;
- Penyediaan KPU wajib beroperasi setiap hari selama 24 (dua puluh empat) jam;
- Pelaksana penyedia wajib melaksanakan penyediaan KPU telekomunikasi berdasarkan tingkat kualitas layanan sebagaimana yang ditetapkan dalam kontrak.
TELEKOMUNIKASI
PADA UMUMNYA
Menurut
Pasal 7 UU 36 / 99, penyelenggaraan telekomunikasi meliputi:
a. Penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi;
b. Penyelenggaraan
jasa telekomunikasi;
c. Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus.
Berdasarkan
Pasal 8 UU 36 / 99, penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilakukan oleh:
a. Badan
Usaha Milik Negara;
b. Badan
Usaha Milik Daerah;
c. Badan
Usaha Swasta;
d. Koperasi.
Sedangkan
penyelenggaraan telekomunikasi khusus dapat dilakukan oleh:
a. perseorangan;
b. instansi
pemerintah;
c. badan
hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan / atau penyelenggara
jasa telekomunikasi.
Penyelenggara telekomunikasi
dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat diantara penyelenggara telekomunikasi
(Pasal 10 ayat (1)), sedangkan larangan tersebut sesuai dengan Undang-undang
tentang Monopoli, dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dalam rangka pembangunan,
pengoperasian, dan / atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi, penyelenggara
telekomuniasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah negara dan atau bangunan
yang dimiliki atau dikuasai pemerintah. Juga dapat memanfaatkan atau melintasi
tanah dan / atau bangunan milik perseorangan untuk tujuan pembangunan,
pengoperasian, atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi setelah terdapat
persetujuan di antara para pihak.
Pasal 16 UU 36 / 99
mempertegas kewajiban penyelenggara jasa telekomunikasi untuk memberikan
kontribusi dalam pelayanan universal.
Hak dan kewajiban penyelenggara jaringan
telekomunikasi adalah:
- Wajib mencatat / merekam secara rinci pemakaian jasa telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna telekomunikasi;
- Wajib menjamin kebebasan penggunanya memilih jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunikasi;
- Memberikan prioritas pengiriman, penyaluran, dan penyampaian informasi penting yang menyangkut: keamanan negara; keselamatan jiwa manusia, bencana alam, marabahaya, dan wabah penyakit;
- Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak untuk mendapatkan interkoneksi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi (diatur oleh Peraturan Pemerintah);
- Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya (diatur oleh Peraturan Pemerintah);
- Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan / atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang diambil dari prosentase pendapatan (diatur oleh Peraturan Pemerintah);
Berdasarkan Pasal 32 ayat (1),
perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukan dan /
atau digunakan di dalam wilayah Republik Indonesia wajib memperhatikan
persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, di mana persyaratan teknis perangkat
telekomunikasi ini diatur dengan Peraturan Pemerintah. Namun pengecualian
diberikan kepada perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh kapal berbendera
asing dari dan ke wilayah perairan Indonesia, serta yang digunakan oleh pesawat
udara sipil asing dari dan ke wilayah udara Indonesia.
Dalam rangka pembuktian
kebenaran pemakaian fasilitas telekomunikasi atas permintaan pengguna jasa
telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi wajib melakukan perekaman
pemakaian fasilitas telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna jasa
telekomunikasi dan dapat melakukan perekaman informasi. Dengan catatan
informasi yang dikirim tersebut dirahasiakan oleh penyelenggara jasa
telekomunikasi.
Untuk keperluan proses
peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi
yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomuniksi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas: permintaan jaksa agung atau
kepala kepolisian Republik Indonesia, dan permintaan penyidik untuk tindak
pidana tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan
hal ini tidak melanggar ketentuan bahwa setiap orang tidak boleh menyadap
jaringan telekomunikasi.
Berdasarkan Pasal 8 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor. 52 Tahun 2000, penyelenggara jaringan
telekomunikasi dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi melalui jaringan yang
dimiliki, dan disediakannya. Ayat (2) menyatakan penyelenggaraan jasa
telekomunikasi yang dilakukan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi harus
merupakan kegiatan usaha yang terpisah dari penyelenggara jaringan yang sudah
ada, dan pada Ayat (3) dinyatakan harus mendapat izin dari Menteri terkait.
Penyelenggaraan jaringan
telekomunikasi terdiri dari; penyelenggaraan jaringan tetap (lokal, sambungan
jarak jauh, sambungan internasional, tetap tertutup); jaringan bergerak
(terestrial, seluler, satelit).
Pasal 10 mengatur bahwa
penyelenggara jaringan tetap lokal atau penyelenggara jaringan bergerak seluler
atau penyelenggara jaringan bergerak satelit harus menyelenggarakan jasa
teleponi dasar. Pasal yang sama juga mengatur bahwa penyelenggara jaringan
tetap lokal dalam menyelenggarakan jasa teleponi dasar, wajib menyelenggarakan
jasa telepon umum, yang dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan pihak
ketiga.
Penyelenggara jaringan
telekomunikasi dalam menyediakan jaringan telekomunikasi dapat bekerja sama
dengan penyelenggara luar negeri sesuai dengan izin penyelenggaraannya.
Pasal 14 menjelaskan bahwa penyelenggaraan jasa telekomunikasi
jasa terdiri dari; penyelenggaraan teleponi dasar, penyelenggaraan jasa nilai
tambah teleponi, dan penyelenggaraan jasa multimedia.
Penyelenggaraan jasa telekomunikasi sendiri diatur melalui
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor. KM. 21 tahun 2001 tentang Penyelenggaraan
Jasa Telekomunikasi.
Yang dapat menyelenggarakan
jasa telekomunikasi sebagai badan hukum adalah: Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Swasta, dan Koperasi
(Pasal 3 ayat (1).
Dalam menyelenggarakan jasa
telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi dapat menggunakan jaringan
telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi, yang dilaksanakan
melalui perjanjian kerjasama yang dilakukan secara tertulis (Pasal 5).
Pasal 6 menjelaskan bahwa
dalam hal tidak tersedia jaringan telekomunikasi, maka penyelenggara jasa dapat
membangun jaringan telekomunikasi sendiri, yang tidak boleh disewakan kepada
pihak lain.
Dalam menyelenggarakan jasa
telekomunikasi, penyelenggara jasa wajib mengikuti ketentuan dalam Rencana
Dasar Teknis yang ditetapkan Menteri, serta memenuhi standar pelayanan
telekomunikasi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal, alat atau perangkat
telekomunikasi yang digunakan dalam penyelenggaraan jasa, wajib memenuhi persyaratan
teknis yang ditetapkan, dan memiliki sertifikat dari Direktur Jenderal (Pasal 8
jo Pasal 9 jo Pasal 10).
Setiap penyelenggara jasa
telekomunikasi juga wajib membayar biaya penyelenggaraan telekomunikasi yang
merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Pasal 12) dengan disertai kewajiban
pelayanan universal (Pasal 13).
Pasal 14 menjelaskan bahwa
penyelenggaraan jasa teleponi dasar dilakukan oleh: penyelenggara jaringan
tetap lokal, penyelenggara jaringan tetap seluler, penyelenggara jaringan
bergerak satelit, dan penyelenggara radio trunking.
Menurut Pasal 23,
penyelenggara jasa teleponi dasar dapat menyelenggarakan fasilitas layanan
tambahan, seperti;reverse charging, multi call address, abbreviated
dialling, special dialling facilities, voice and text
mail box, danshort message service (Pasal 24).
Berdasarkan Pasal 25, maka
penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi terdiri dari: panggilan premium,
kartu panggil, nomor telepon maya, rekaman telepon untuk umum, store
and forward, serta pusat layanan informasi (call center).
Sementara berdasarkan Pasal
46, penyelenggaraan jasa multimedia sendiri terdiri atas: jasa televisi
berbayar, jasa akses internet, jasa interkoneksi internet, jasa internet
teleponi untuk keperluan publik (memerlukan izin Dirjen), jasawireless
access protocol, jasa portal, jasa small office – home office,
jasa transaksi online, dan jasa aplikasi packet – switched (tidak
memerlukan izin Dirjen, hanya didaftarkan saja).
Berdasarkan Pasal 38 PP 25
Tahun 2000, maka penyelenggaraan telekomunikasi khusus dilakukan untuk
keperluan: sendiri, pertahanan negara, dan penyiaran. Yang dapat
menyelenggarakan telekomunikasi khusus sendiri adalah:perseorangan (radio
amatir, dan komunikasi radio antar penduduk), instansi pemerintah, dinas
khusus, dan badan hukum.
Dalam PP 25 Tahun 2000 juga
diatur mengenai penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk penyiaran, namun
mengingat sudah ada undang-undang sendiri mengenai penyiaran, maka bagian dari
PP ini tidak lagi akan diulas.
Setiap alat atau perangkat
telekomunikasi harus mendapatkan sertifikasi berdasarkan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor. KM. 10 tahun 2005. Di mana pengujian alat dan perangkat
telekomunikasi akan didasarkan kepada kesesuaian antara karakteristik alat dan
perangkat telekomunikasi terhadap persyaratan teknis yang berlaku. Definisi
persyaratan teknis sendiri adalah parameter elektronis / elektris yang sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia yang dibuat oleh instansti teknis terkait.
Pasal 2 ayat (3) menyatakan
pelaksanaan sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi meliputi: pengujian
dan penerbitan sertifikat.
Pasal 4 menjelaskan bahwa
pengujian alat dan perangkat dilaksanakan melalui: pengukuran (terdiri dari uji
laboratorium dan uji lapangan) oleh Lembaga Pengujian, dan uji dokumen oleh
Lembaga Sertifikasi (berlaku dalam halMutual Recognation Arrangement).
Sertifikat alat dan perangkat
telekomunikasi yang diterbitkan terdiri dari: Sertifikat A untuk pabrikan dan
distributor, serta Sertifikat B untuk importir atau institusi, di mana alat
yang telah mendapatkan sertifikat akan dilekatkan label. Pasal 13 mengatakan
sertifikat berlaku selama tiga tahun dan wajib diperbaharui kecuali dalam hal
alat tersebut tidak diperdagangkan lagi, ataupun tidak digunakan lagi untuk
keperluan institusi. Pembaharuan ini wajib dilakukan paling lambat 60 (enam
puluh) hari sebelum masa berlaku sertifikat berakhir.
Masalah interkoneksi diatur oleh
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor. 08 / Per / M.KOMINFO / 02 /
2006 tanggal 08 Februari 2006 tentang Interkoneksi.
Interkoneksi berdasarkan Pasal
1 angka (1) Permen a quo didefinisikan sebagai keterhubungan antar jaringan
telekomunikasi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda.
Kewajiban interkoneksi sendiri diberikan agar memberi jaminan kepada pengguna
agar dapat mengakses jasa telekomunikasi (Pasal 2 ayat (1)).
Layanan dari interkoneksi dan
ketersambungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 terdiri dari: a.
Layanan originasi, b. Layanan transit, dan c. Layanan terminasi.
Ad. a. Layanan originasi
merupakan pembangkitan panggilan yang berasal dari satu penyelenggara kepada
penyelenggara lain yang dapat berasal dari penyelenggara jaringan tetap lokal,
jaringan penyelenggara jaringan bergerak seluler, dan penyelenggara jaringan
bergerak satelit, yang dapat memberikan layanan originasi lokal, jarak jauh,
internasional, bergerak seluler, dan bergerak satelit.
Ad. b. Layanan transit
merupakan penyediaan jaringan atau elemen jaringan keperluan penyaluran
panggilan interkoneksi, dari penyelenggara asal kepada penyelenggara tujuan
panggilan interkoneksi. Layanan transit sendiri terdiri dari layanan lokal, dan
jarak jauh.
Ad. c. Layanan terminasi
merupakan pengakhiran panggilan interkoneksi dari penyelenggara asal kepada
penyelenggara tujuan, yang dilakukan oleh penyelenggara jaringan tetap lokal,
bergerak satelit, dan bergerak seluler, yang dapat memberikan layanan terminasi
lokal, jarak jauh, bergerak selular, dan bergerak satelit.
Jenis-jenis biaya yang timbul dari interkoneksi adalah:
biaya originasi, biaya transit, dan biaya terminasi. Perhitungan biaya
interkoneksi dilakukan berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Menteri, dan
mengacu kepada: ketentuan metode pengalokasian biaya dan laporan finansial
kepada regulator, serta buku panduan dan perangkat lunak formula perhitungan
biaya interkoneksi.
Biaya interkoneksi dibebankan
oleh penyelenggara tujuan panggilan kepada penyelenggara asal panggilan yang
mempunyai tanggung jawab atas panggilan interkoneksi, namun dalam hal tanggung
jawab panggilan interkoneksi dimiliki oleh penyelenggara tujuan atau
penyelenggara jasa telekomunikasi, biaya interkoneksi dibebankan oleh
penyelenggara asal kepada penyelenggara tujuan, tanggung jawab tersebut
meliputi proses billing tarif pungut, penagihan kepada pengguna, dan piutang
tidak tertagih. Dalam hal tanggung jawab dilaksanakan oleh penyelenggara
jaringan yang menyalurkan trafik interkoneksi, maka dapat mengenakan biaya atas
pelaksanaan tanggung jawab tersebut yang ditetapkan berdasarkan ketetapan
bersama
Pasal 18 mewajibkan
penyelenggara telekomunikasi menyampaikan laporan kepada Badan Regulator
Telekomunikasi Indonesia, yang meliputi laporan finansial, dokumen perhitungan,
dan alokasi biaya sebagaimana diatur dalam Metode Pengalokasian Biaya dan
Laporan Finansial.
Berdasarkan Pasal 19, maka
setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan dan
mempublikasikan Dokumen Penawaran Interkoneksi (DPI) adalah dokumen
yang memuat aspek teknis, aspek operasional, dan aspek ekonomis dari penyediaan
layanan interkoneksi yang ditawarkan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi
kepada penyelenggara jaringan dan atau penyelenggara jasa lainnya. DPI akan
dievaluasi oleh Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia setiap tahun.
DPI milik penyelenggara
jaringan telekomunikasi dengan pendapatan usaha 25 % atau lebih dari total
pendapatan usaha seluruh penyelenggara telekomunikasi dalam segmentasi layanannya,
wajib mendapatkan persetujuan Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia,
demikian pula dengan setiap perubahan DPI harus mendapat persetujuan Badan
Regulator Telekomunikasi Indonesia.
SUMBER REFERENSI :
- http://bennyantoni.blogspot.com/2010/05/resume-bab-6-hak-kekayaan-intelektual.html
- http://pusathki.uii.ac.id/konsultasi/konsultasi/kapan-hak-cipta-diperoleh.html
- http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2763/pemegang-hak-cipta
- http://www.lexregis.com/?menu=legal_article&id_la=13
- Kompilasi Hukum Telematika karangan Edmon Makarim, S.H., S.Kom;
- Undang-undang Nomor. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi;
- Peraturan Pemerintah Nomor.52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi;
- Keputusan Menteri Perhubungan Nomor. KM. 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi;
- Keputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia;
- Peraturan Menteri Perhubungan nomor. KM. 10 tahun 2005 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi;
- Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 8 / Per/M.KOMINFO/02/2006.
- http://www.scribd.com/doc/30814218/UU-No-36-Th-1999-Tentang-Telekomunikasi-Penjelasan
- http://tmy-remind.blogspot.com/2011/03/penjelasan-uu-no36-tentang.html